Jumat, 24 Juni 2011

KISAH NYATA SEORANG OB YG MENJABAT MENJADI VICE PRESIDENT CITIBANK

Sungguh sebuah karunia yang luar
biasa bagi saya bisa bertemu dengan
seorang yang memiliki pribadi dan
kisah menakjubkan. Dialah Houtman
Zainal Arifin, seorang pedagang
asongan, anak jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice
President Citibank di Indonesia.
Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia
karena Presiden Direktur Citibank
sendiri berada di USA. Tepatnya 10 Juni 2010, saya
berkesempatan bertemu pak
Houtman. Kala itu saya sedang
mengikuti training leadership yang
diadakan oleh kantor saya, Bank
Syariah Mandiri di Hotel Treva International, Jakarta. Selama satu
minggu saya memperoleh pelatihan
yang luar biasa mencerahkan, salah
satu nya saya peroleh dari Pak
Houtman. Berikut kisah inspirasinya: Sekitar tahun 60an Houtman memulai
karirnya sebagai perantau, berangkat
dari desa ke jalanan Ibukota.
Merantau dari kampung dengan
penuh impian dan harapan, Houtman
remaja berangkat ke Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus
menerima kenyataan bahwa
kehidupan ibukota ternyata sangat
keras dan tidak mudah. Tidak ada
pilihan bagi seorang lulusan SMA di
Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh. Houtman pun memilih
bertahan hidup dengan profesi
sebagai pedagang asongan, dari
jalan raya ke kolong jembatan
kemudian ke lampu merah
menjajakan dagangannya. Tetapi kondisi seperti ini tidak
membuat Houtman kehilangan cita-
cita dan impian. Suatu ketika
Houtman beristirahat di sebuah
kolong jembatan, dia memperhatikan
kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para
penumpang mobil tersebut
berpakaian rapih, keren dan berdasi.
Houtman remaja pun ingin seperti
mereka, mengendarai kendaraan
berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang
banyak. Saat itu juga Houtman
menggantungkan cita-citanya
setinggi langit, sebuah cita-cita dan
tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang kuat dari
Houtman telah membuatnya ingin
segera merubah nasib. Tanpa
menunggu waktu lama Houtman
segera memulai mengirimkan
lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada
gedung yang menurutnya bagus
maka pasti dengan segera
dikirimkannya sebuah lamaran kerja.
Houtman menyisihkan setiap
keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan
untuk membiayai lamaran kerja. Sampai suatu saat Houtman
mendapat panggilan kerja dari
sebuah perusahaan yang sangat
terkenal dan terkemuka di Dunia, The
First National City Bank (Citibank),
sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja
sebagai seorang Office Boy. Sebuah
jabatan paling dasar, paling bawah
dalam sebuah hierarki organisasi
dengan tugas utama membersihkan
ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya. Tapi Houtman tetap bangga dengan
jabatannya, dia tidak menampik
pekerjaan. Diterimanyalah jabatan
tersebut dengan sebuah cita-cita
yang tinggi. Houtman percaya bahwa
nasib akan berubah sehingga tanpa disadarinya Houtman telah membuka
pintu masa depan menjadi orang
yang berbeda. Sebagai Office Boy Houtman selalu
mengerjakan tugas dan
pekerjaannya dengan baik.
Terkadang dia rela membantu para
staf dengan sukarela. Selepas sore
saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah
pengetahuan dengan bertanya tanya
kepada para pegawai. Dia bertanya
mengenai istilah istilah bank yang
rumit, walaupun terkadang saat
bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf
mengernyitkan dahinya. Mungkin
dalam benak pegawai “ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala,
kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar
dengan dengan istilah bank seperti
Letter of Credit, Bank Garansi,
Transfer, Kliring, dll. Suatu saat Houtman tertegun dengan
sebuah mesin yang dapat
menduplikasi dokumen (saat ini
dikenal dengan mesin photo copy).
Ketika itu mesin foto kopi sangatlah
langka, hanya perusahaan perusahaan tertentu lah yang
memiliki mesin tersebut dan
diperlukan seorang petugas khusus
untuk mengoperasikannya. Setiap
selesai pekerjaan setelah jam 4 sore
Houtman sering mengunjungi mesin tersebut dan minta kepada petugas
foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir
mengoperasikan mesin foto kopi,
dan tanpa di sadarinya pintu pertama
masa depan terbuka. Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu
berhalangan dan praktis hanya
Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula
Houtman resmi naik jabatan dari OB
sebagai Tukang Foto Kopi. Menjadi tukang foto kopi merupakan
sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi
Houtman tidak cepat berpuas diri.
Disela-sela kesibukannya Houtman
terus menambah pengetahuan dan
minat akan bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf
memiliki setumpuk pekerjaan di
mejanya. Houtman pun menawarkan
bantuan kepada staf tersebut hingga
membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang
staff dulu. “iya bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah
tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan
keras. Akhirnya Houtman diberi
setumpuk dokumen, tugas dia adalah
membubuhkan stempel pada Cek,
Bilyet Giro dan dokumen lainnya
pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam
kolom tidak boleh menyimpang atau
keluar kolom. Alhasil Houtman
membutuhkan waktu berjam-jam
untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut karena dia sangat berhati- hati sekali. Selama mengerjakan tugas
tersebut Houtman tidak sekedar
mencap, tapi dia membaca dan
mempelajari dokumen yang ada.
Akibatnya Houtman sedikit demi
sedikit memahami berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak
pengetahuannya ini membawa
Houtman kepada jabatan yang tidak
pernah diduganya. Houtman cepat menguasai berbagai
pekerjaan yang diberikan dan selalu
mengerjakan seluruh tugasnya
dengan baik. Dia pun ringan tangan
untuk membantu orang lain, para
staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi
ilmu kepadanya. Sampai suatu saat
pejabat di Citibank mengangkatnya
menjadi pegawai bank karena
prestasi dan kompetensi yang
dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Peristiwa pengangkatan Houtman
menjadi pegawai Bank menjadi berita
luar biasa heboh dan kontroversial.
Bagaimana bisa seorang OB menjadi
staff, bahkan rekan sesama OB
mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman
dianggap tidak konsisten dengan
tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat. Houtman tidak patah semangat,
dicibir teman-teman bahkan rekan
sesama staf pun tidak membuat
goyah. Houtman terus mengasah
keterampilan dan berbagi membantu
rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan
oleh Houtman, karena materi tidak ia
miliki. Houtman tidak pernah lama
dalam memegang suatu jabatan,
sama seperti ketika menjadi OB yang
haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan
baru. Sehingga karir Houtman
melesat bak panah meninggalkan
rekan sesama OB bahkan staff yang
mengajarinya tentang istilah bank. 19 tahun kemudian sejak Houtman
masuk sebagai Office Boy di The First
National City Bank, Houtman
mencapai jabatan tertingginya yaitu
Vice President. Sebuah jabatan
puncak Citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi Citibank sendiri
berada di USA yaitu Presiden Director
yang tidak mungkin dijabat oleh
orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada
yang mampu memecahkan rekor
Houtman masuk sebagai OB pensiun
sebagai Vice President, dan hanya
berpendidikan SMA. Houtman pun
kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi
staf ahli Citibank Asia Pasifik, menjadi
penasehat keuangan salah satu
gubernur, menjabat CEO di berbagai
perusahaan dan menjadi inspirator
bagi banyak orang. (Kisah Nyata Houtman Zainal Arifin,
disampaikan dalam training
Leadership bank Syariah Mandiri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar